Bangsa Aborigin-Australia atau Pribumi-Australia adalah
penduduk asli/awal benua Australia dan kepulauan disekitarnya, termasuk juga
mencakup Tasmania dan kepulauan selat Torres. Bentuk fisik orang
Aborigin-Australia mirip orang Papua, karena memang keturunan orang Papua yang menjelajah ke
benua Australia, sikitar 40.000 tahun lalu. dalam perkembangannya, bentuk fisik
mereka saat ini rata-rata lebih kecil dan lebih pendek dari orang Papua. rambut
mereka juga keriting, namun sebagian warnanya sudah kemerah-merahan atau
cokelat pucat, sedangkan warna kulit mereka gelap
Kata "aborigin" dalam bahasa Inggris mempunyai
arti "penduduk asli/penduduk pribumi", dan mulai digunakan sejak abad ke-17 untuk mengacu
kepada penduduk asli Australia saat itu. Sebutan ini diambil dari bahasa latin ab origine, yang berarti "dari awal" dan
diperuntukan bagi penduduk yang sejak semula tinggal di suatu daerah atau pulau.
Pada
mulanya, mereka hidup dari berburu dan mencari ikan. Mereka berburu binatang
liar seperti kanguru,
dengan tombak, panah, dan bumerang (senjata khas orang Aborigin). Di
daerah yang beriklim dingin, kulit kanguru ini digunakan sebagai bahan pakaian.
Ilmu bercocok tanam dan beternak belum dikenal, karenanya kelompok anak suku
aborigin tidak pernah berkelana jauh dari sumber-sumber air atau sungai.
Mereka juga tidak pernah tinggal lama di suatu
daerah. Rumahnya amat sederhana, terbuat dari susunan ranting pohon dan
dedaunan. dalam masyarakat kesukuannya, mereka dipimpin oleh kepala suku yang biasanya juga merangkap sebagai dukun suku itu. Kepala suku juga memimpin
upacara keagamaan dan perkawinan. Agama orang aborigin-Australia masih
tradisional, mereka percaya terhadap adanya Roh Agung yang menciptakan alam semesta dan
isinya. Mereka percaya bahwa Roh Agung terkadang memberikan petunjuk dan
bimbingan melalui mimpi. [1]
Penduduk
pribumi ini membentuk 2,4% dari populasi modern Australia. Mereka tinggal di
daratan Australia, Tasmania, dan pulau-pulau sekitarnya.
Diyakini suku Aborigin menempati Australia dan
pulau sekitarnya hampir sejak 70.000 tahun yang lalu.
Penduduk pribumi ini berbicara lebih dari 250
bahasa dan dialek yang berbeda dan dianggap sebagai 20 jenis bahasa di dunia
yang terancam punah.
Masyarakat Aborigin bukanlah entitas sosial
tunggal, mereka memiliki komponen dan segmen yang berbeda dalam mode subsisten,
budaya, serta bahasa.[2]
Dikutip brilio.net dari
aboriginalheritage.org, Rabu (29/4), ribuan tahun sebelum kedatangan bangsa
Eropa, Australia telah diduduki Suku Aborigin. Mereka hidup di sepanjang
Pelabuhan Foreshores, Sydney bagian utara. Memancing di perairan, berburu di
daerah pedalaman, serta memanen tumbuhan yang bisa dijadikan makanan di
sekitarnya menjadi cara mereka bertahan hidup.
Mereka tidak perlu melakukan perjalanan jauh dari daerah
mereka untuk bisa mendapatkan bahan makanan karena melimpahnya sumber daya alam
di sana. Mereka hanya memerlukan waktu bekerja 4-5 jam dalam sehari untuk untuk
penghidupan mereka. Dengan waktu luang yang begitu banyak, mereka pun akhirnya
bisa mengembangkan aneka ritual, bahasa, adat istiadat, hingga masalah
kepercayaan.
Kedatangan James Cook pada tahun 1770 menjadi awal
tersisihnya Suku Aborigin di tanah mereka sendiri. Saat itu Cook berlayar untuk
menjalankan misi ingin menguasai Benua Selatan jika tak berpenghuni, atau
dengan persetujuan penduduk asli jika telah berpenghuni.
Setelah Cook datang, ia ternyata mengabaikan fakta bahwa
tanah tersebut telah berpenghuni dan menyatakan bahwa daerah yang disebut New
South Wales milik Raja George III Inggris. Kegagalan mendapatkan persetujuan
penduduk Aborigin membuatnya berbohong bahwa daerah tersebut kosong.
Kapten Philip yang memimpin armada setelahnya sangat terkejut
karena ternyata benua itu berpenghuni. Aborigin sebagai pribumi menyambut
mereka di pinggir pantai dengan teriakan dan tombak.
Sejak invasi Eropa ke Australia tahun 1788, orang pribumi
Aborigin yang lebih dulu menempati Australia semakin tertindas di tanahnya yang
telah ia tinggali ribuan tahun. Diperkirakan bahwa lebih dari 750.000 orang
Aborigin mendiami benua Australia pada tahun 1788.
Penyakit menjadi pukulan telak bagi bangsa Suku Aborigin.
Mereka tidak memiliki perlawanan terhadap penyakit yang sengaja dibawa bangsa
Eropa. Melalui para pelaut dan narapidana, penyakit seperti cacar, sipilis, dan
influenza cepat menyebar di sana.
Kurang dari setahun, lebih dari setengan penduduk lembah
Sydney meninggal karena wabah itu. Bangsa putih juga menghabisi ekosistem yang
ada. Mereka menangkap ikan besar dengan jaring tangkapan yang besar, mengurangi
populasi kanguru dengan terus menerus diburu, membuka lahan dan mencemari air.
Akibatnya orang Aborigin di daerah Sydney menderita kelaparan. Hal itu
menjadikan Suku Aborigin menjadi tergantung dengan makanan bangsa kulit putih
dan pakaian.
Begitulah, bangsa Suku Aborigin semakin lama malah semakin
berkurang populasinya. Sementara bangsa keturunan Inggris semakin berkembang di
sana. [3]
[3]https://www.brilio.net/news/cerita-suku-aborigin-yang-malah-semakin-terasing-di-benuanya-sendiri-150429d.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar